Minggu, 05 Maret 2017

CERPEN 2



BT1749 11Titik di Akhir Kalimat
Oleh : Rahma Khusniawati


Angin semilir menerbangkan dedaunan kering dari sebuah pohon beringin tua di depan sebuah rumah sakit umum. Begitu besar dan rimbun pohon itu. Namun sayang, pohon yang begitu kokoh, ranting yang kuat kini telah rapuh, dan ranting telah patah termakan usia. Setiap hari daun-daun kering sealu berguguran. Seperti halnya penghuni kamar rumah sakit itu. Kamar nomor 21 kelas VIP itu, ditempati seorang pemuda tampan yang dahulu begitu ceria, dikenal sebagai seorang yang santun, dan juga diberkahi otak yang jenius, sehinga berbagai kejuaraan olimpiade sains berhasil dia tundukkan. Tetapi itu dulu, sebalum sebuah penyakit kanker menggerogoti kesehatannya. Dia hanya bertekad dengan kekurangannya sekarang, dia ingin mempersembahkan sesuatu pada orang-orang yang dia sayangi dan orang-orang yang menyayanginya sehingga namanya slalu melekat di hati mereka. Dialah Mada, seorang anak tunggal yang berjuang dari penyakitnya. Semkin lama penyakitnya mulai parah. Sudah sebulaan ini penyakitnya sering kambuh. Dan sudah satu minggu Mada harus di rawat di rumah sakit.

“Hay, Mada.” Seru Anton saat melihat Mada yang sedang berjalan di pelataran sekolah yang hendak menuju kelas.
“Eh.. Anton, ada apa?”
“Tidak ada apa-apa sih, cuma kangen aja sama kamu.”
“Kangen apa kangen? Kemarin kan juga sudah sering ketemu di rumah sakit. Bilang aja selama aku tidak masuk kamu bingung kan mau nyontek siapa kalau lagi ulangan?” Jawab Mada sambil terkekeh pelan.
“Hahahaha.. kok tahu aja sih kamu? Keturunan paranormal ya? Awas, efek keseringan belajar tuh.”
“Iya kali, ya! Tapi, yang enak kan kamu juga kalau aku pintar, hayo!” jawab Mada meninju lengan Anton.
“Ya iyalah! Masa ada sahabat yang pintar harus di sai-siakan? Percuma dong.”
“Sialan kamu, Ton! Cepetan Ton, hampir bel masuk.”

Itulah mereka, persahabatan yang saling melengkapi. Walaupun secara fisik, kepandaian, dan kepribadian mereka yang berbeda, mereka tetap saling melengkapi satu sama lain. Anton di kenal sebagai anak yang urakan dan jahil itu berbanding terbalik dengan Mada yang selalu rapi dan ramah. Tetapi itulah pertemanan mereka, di dasari dari perbedaan yang akhirnya membuat mereka saling melengkapi satu sama lain. Anton adalah teman sebangku Mada. Dari kelas X mereka satu kelas. Sampai sekarang di kelas XII mereka satu kelas. Akhirnya mereka berdua memilih untuk duduk di satu bangku.persahabataan mereka terjalin ketika Papa Anton meninggal dunia. Saat itu hanya Madalah satu-satunya dari sahabat Anton yang selalu menghibur dirinya hingga dia berhasil bangkit dari keterpurukan ditinggal pergi Papanya. Anton juga tahu semua rahasia Mada. Rahasia tentang penyakit Mada selama ini. Alasan itulah yang membuat Anton selalu ada disaat temannya itu membutuhkannya. Disaat Mada harus terbaring sakit di rumah sakitpun Anton selalu menyempatkan waktunya untuk menjenguk Mada. Sampai orang tua Mada sudah menganggap Anton sebagai anak mereka sendiri.
BT1749 11“Ssssttt.. Mada”  Bisik Anton pada saat pelajaran matematika berlangsung.
“Apa?” Jawab Mada jugga berbisik.
“Aku bosan nih!”
“Halah, bukannya setiap hari kamu bosan dengan pelajaran yang ada?”
“Heheheh.. iya sih.” Jawab Anton dengan cengirannya.
Tiba-tiba..
“Anton, Mada, apa yang kalian bicarakan? Cepat maju kedepan dan kerjakan lks halaman 46 nomor 3 untuk Mada dan 4 untuk Anton.!”
“i..iya, Bu?” jawab mereka bersamaan dengan terbata-bata dan segera maju ke depan untuk mengerjakan soal.

Untungnya Mada telah mengerjakan semua soal yang ada di lks halaman 46 itu. Sehingga dia tidak merasa kesulitan untuk megerjakaan soal-soal itu. Dan bukunyapun juga dia pinjamkan pada Anton untuk menjawab soal yang di tunjuk oleh Pak Kasim guru matematika itu untuk Anton.
Bel tanda istirahatpun berbuunyi. Dua orang pemuda itu segera pergi ke kantin. Dan kebiasaan mereka berdua, mereka selalu membawa makanan yang mereka beli untuk di makan di taman sekolah, di bawah pohon yang rimbun. Alasan mereka selalu ke sana karena di bawah pohon itu sangat teduh dan ada angin yang berhembus membuat mereka sejenak merelakskan pikiran mereka setelah pembelajaran di kelas.


“Mada.” Panggil Anton yang ada di samping Mada.
“Hmmm.. ada apa?”
“Bagaiamana dengan kesehatanmu hari ini?”
“Cukup baik. Memang ada apa, Ton”
“Tidak, aku hanya khawatir saja denganmu. Sudah sebulan ini penyakitmu sering kambuh. Apa itu berarti peyakitmu semakin parah?”
“Sudahlah Anton, aku tida apa-apa kok. Tenang saja.”
“Tapi aku ini sahabatmu, Mada. Aku berhak khawatir atas semua ini. Aku tak mau kehilangan sahabat sepertimu.”
BT1749 11Mendengar jawaban temannya itu, membuat Mada terharu. Mada tahu, walaupun Anton itu adalah anak yang sangat jahil dan urakan, tetapi sebenarnya Anton adalah anak yang baik. Air mata Mada mengalir. Sebenarnya waktu Mada di dunia ini telah difonis dokter tinggal sebentar. Tapi dia belum bisa menceritakannya pada Anton. Dia takut kalau berita ini akan membuat Anton sedih. Sudah cukup pengorbanan Anton untuknya selama ini. Pengorbanan waktu dan tenaga yang Anton berikan, menurut Mada sudah cukup. Mada hanya tidak ingin merepotkan sahabatnya itu lagi di saat-saat terakhirnya.

“Kenapa kamu malah menangis? Apa yang membebani pikiranmu? Ceritakan saja, aku siap mendengarnya.”
“Tidak, aku tidak apa-apa. Hehehe..” jawab Mada sambil mengusap air matanya.
“Kenapa tidak mau cerita? Aku ini sahabatmu, Mada.” Anton sedikit meninggikan suaranya.
Hening, Mada tidak menjawab lagi pertanyaan dari Anton. Dia tarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Dia mengulangi hal yang sama sampai dia merasa tenang.

“Anton, terimakasih untuk semuanya. Mungkin selama ini aku sudah banyak merepotkanmu. Menyita waktumu dan menguras tenagamu. Mungkin hanya kata terimakasih yang bisa aku katakan padamu. Aku tak bisa membalas semua kebaikanmu selama ini selain dengan kata terimakasih.” Air mata Mada mulai menetes lagi.
“Kamu ngomomg apa, Mada? Aku ini sahabatmu, sudah sepantasnya aku melakukan ini untuk sahabatku. Kamu orang yang baik dan sahabat yang sangat baik bagiku. Kamu sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri. Jadi berhentilah berpikir seperti itu. Aku ikhlas melakukan ini semua.”
“Terimakasih Anton.” Ucap Mada sambil memeluk sahabat baiknya itu.
“Sudahlah, ayo segera kita masuk ke kelas.” Ajak Anton sambil merangkul Mada menuju kelas.

Sampai di kelas, mereka mengikuti pelajaran sampai selesai sampai bel tanda pelajaran berakhirpun dikumandangkan. Namun ada kejanggalan-kejanggalan yang membuat Anton khawatir dengan Mada. Setelah dia duduk di bangku sehabis istirahat, hidung Mada mimisan terus menerus, sampai tadi Anton meminta kapas ke UKS. Anton sudah berniat untuk mengantar Mada pulang. Tetapi Mada bersikukuh untuk melanjutkan pelajaran hingga selesai. Anton sangat khawatir dengan kesehatan Mada.
Anton dan Mada memasukkan buku-buku mereka ke alam tas dan bergegas untuk pulang. Karena Mada membawa motor sendiri, Anton berniat untuk mengiringi Mada sampai rumah. Dia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu. Karena sampai sekarang hidung Mada belum habis-habisnya mengeluarkan darah.
BT1749 11Alhasil setelah sampai di parkiran, tubuh Mada serasa lemas, pandangannya mulai mengabur, dan suara yang terdengar di kupingnya semakin melemah. Yang terakhir dia dengar adalah suara sahabat terbaiknya yang menyebut namanya. Sekarang yang Mada rasakan adalah hampa. Tubuhnya terasa sangat ringan sekali. Yang ada hanyalah kabut berwarna kuning. Tak ada tumbuhan, tak ada binatang, dia bingung mau kemana. Dia ingin menemui sahabat terbaiknya. Mada ingin megucapkan kata perpisahan atau kata terakhirnya jika ini sudah waktunya dia harus kembali pada sang pencipta. Dia juga tak mau melihat orang tuanya sedih melihatnya pergi untuk selama-lamanya. Hanya kata terakhir yang Mada ingin ucapkan pada orang tuanya dan sahabat terbaiknya untuk sekedar berpamitan. Tiba-tiba Mada mendengar suara isak tangis seseorang. Mada mencermati suara siapa gerangan yang sedang menangis itu. Semakin lama suara itu semakin jelas. Dia mulai mengenali suara itu. Suara tangis itu adalah suara mamanya.
Kemudian seperti ada kilatan cahaya yang menerpa Mada. Mada mulai menggerakkan kedua matanya. Dia merasakan tubuhnya sakit semua. Selang infus sudah terpasang di tangannya. Dan selang oksige telah menempel di hidungnya. Dia merasakan sakit yang teramat sangat di kepalanya. Dia melihat mamanya menangis di sisi ranjangnya. Dan dia melihat papanya sedang menenagkan mamanya. Ternyata sekarang dia sudah berada di rumah sakit. Mamanya terkejut melihat  Mada yang mulai sadar. Dia segera menyuruh suaminya untuk memanggil dokter

“Ma, Mada haus.” Itulah kata pertama yang diucap Mada setelah melewati masa komanya.
“Mada, kamu sudah siuman, Nak. Ini minum pelan-pelan.” Jaawab mama Mada yang terkejut dengan Mada yang sudah siuman sambil menyodorkan sedotan ke mulut Mada untuk minum.
“Mama kenapa nangis? Sudahlah, mama tidak usah bersedih. Semuanya sudah di atur sama Yang Maha Kuasa. Jika harus terjadi, maka akan terjadi.”
“Mama dan papa khawatir Mada. Mama takut akan kehilanganmu.” Jawab mamanya sambil menangis.
“Kenapa harus takut, Ma? Semuanya juga pasti akan kembali kepada-Nya. Mada sudah siap jika Mada harus pergi tuk selamanya. Yang Mada ingin setelah Mada pergi nanti, tak ada kesedihan lagi. Mada tidak ingin mama dan papa sedih ketika Mada pergi. Sekarang hapus air mata mama.” Mada berbicara setengah terbata-bata karena penyakitnya semakin menggerogotinya.
Kemudian papanya datang bersama dokter untuk memeriksa keadaan Mada. Seseorang berbaju putih itu segera memeriksa keadaan Mada.
“Mada, apa yang kamu rasakan  sekarang?” Ucap dokter
“Badan saya rasanya sakit semua, Dok.”
“Itu sudah wajar Mada. Kamu habis melewati masa koma. Sekarang saya berikan obat penghilang rasa nyeri terlebih dahulu. Nanti malam saya akan memeriksa keadanmu lagi. Saya pergi dulu ya. Istirahatlah terlebih dahulu”
Mada yang sudah merasa sudah tidak kuat lagi dengan penyakitnya, dia ingin mengucapkan kata perpisahan paada orang-orang yang dia sayangi. Mada takut bila tak sempat untuk mengatakannya.
“Anton mana, Ma? Mada ingin berbicara dengannya. Mada takut tak bisa lagi berbicara lagi dengannya. Mungkin ini akan jadi yang terakhir.”
BT1749 11“Jangan berbicara seperti itu, Mada. Anton ada di luar. Papa akan panggilkan dia.” Jawab papannya

Papa Mada segera menemui Anton yang berada di luar dan membawanya untuk segera menemui Mada. Mama Mada semakin sedih dan menangis mendengar kalimat yang Mada ucapkan. Antonpun juga begitu. Cairan bening mulai mengalir di pipi Anton. Bagaimanapun, Mada adalah sahabatnya. Anton juga takut akaan kehilangan Mada sahabat terbaiknya. Anton menggengggam tangan sahabaatnya.

“Anton, maafkan aku. Uhuuk.. Maafkan aku jika selama ini telah banyak merepotkanmu. Terimakasih atas semuanya, kamu sudah banyak membantuku. Mungkin ini kata-kata terakhirku. Untuk mama dan papa, Mada minta kalian tadak usah bersedih atas kepergianku. Bukankah semua yang hidup akan mengalami mati? Mungkin ini sudah takdir Mada. Mada akan lebih tenang jika melihat papa, mama, dan Anton mengikhlaskan kepergian Mada. Mada sangat sayang kalian. Te..rima..ka..sih.” Ucap Mada perlahan dengan terbata-bata dan suaranya semakin menghilang
“Mada!” seru Mama, Papa Mada dan juga Anton bersmaan

Genggaman tangan Mada di tangan Anton perlahan mulai melemas. Tepat pukul 10.15 hari Jum’at tanggal 13 tahun 2012 Mada menghembuskan nafas terakhir.  Mama dan Papa Mada menangis atas kepergian Mada, bagitupun dengan Anton. Dia sangat merasa kehilangan sahabat terbaiknya. Sebenarnya Anton seseorang yang kuat, baru kali ini dia menangis setelah perihal papanya meninggal dua tahun lalu.
“Sudahlah, Ma! Bukankah Mada sudah berpesan, dia akan lebih tenang jika kita tidak sedih saat kepergiannya. Ikhlaskan, Ma!” Ucap Papa Mada menenagkan istrinya.
“Iya, Pa. Terimakasih sudah mengingatkan mama.”
“Anton, terimakasih karena selama ini kamu sudah ikut menjaga dan membantu Mada.” Mama Mada berbicara paada Anton
“Iya Tante, sudah seharusnya Anton melakukan hal itu. Karena Mada adalah sahabat Anton dan Anton sudah menganggap Mada sebagai saudara Anton sendiri, Tante.”

Hujan rintik mengiringi pemakamaan. Kembang mulai di taburkan di makam yang basah. Orang-orang berbaju hitaam satu persatu meninggalkan pemakaman. Meninggalkan Mama, Papa Mada dan juga Anton. Walaupun mereka sudah ikhlas dengan kepergian Mada, tetapi wajah sendu tetap menghiasi wajah mereka.


BT1749 11“Anton, walaupun kini Mada sudah tak ada, tetaplah berkunjung ke rumah Om dan Tante. Janganlah sungkan, anggap saja rumah sendiri seperti saat Mada masih hidup.” Ucap Papa Mada memulai pembicaraan.
“Iya, Om. Anton sesekali akan berkunjung. Dan terimakasih atas semuanya, om dan tante seperti orang tua kedua bagi Anton.”
“Apa kamu masih ingin di sini, Anton?”
“Iya, Om. Anton masih ingin di sini.”
“Yasudah, Om dan Tante plang dulu.”
“Iya.”

Mobil Mama dan Papa Mada sudah meninggalkan area pemakamaan. Menyisakan Anton yang masih bersimpuh di makam Mada. Air matanya menggenang menganak sugai membasahi pipinya. Bagaimannapun juga dia tetap merasa sedih, walaupun sebenarnya dia sudah ikhlas dengan kepergian Mada. Dia merasa kehilangan sahabat terbaiknya.  Anton takut tak akan menemukan sahabat seperti Mada. Anton mengingat masa-masa dulu saat kepergian papanya, Madalah yang mnghibur Anton hingga dia melupakan kesedihannya. Mada selalu ada saat Anton membutuhkannya. Dan Madalah yang membantu Anton dalam hal pelajaran.
Banyak kenangan manis yang telah tercipta diantara persahabatan mereka. Suka duka mereka lalui bersama dalam persahabatan. Kini hanya tinggallah kenangan, yamg akan terus diingat, dan tak akan pernah dilupakan. Inilah akhir sebuah cerita persahabatan yang akan terus terkenang. Kisah persahabatan yang sejati.

  SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar