Jumat, 10 Maret 2017

TEKS EKSEMPLUM 3



Pak Adil Mencari Keadilan
Struktur
Kalimat
Orientasi
Pak Adil tinggal di sebuah perkampungan yang dikelilingi oleh bangunan pertokoan dan perkantoran. Ia bekerja sebagai penjual sarapan di tempat parkir pertokoan tersebut. Untuk mencapai jalan raya, pihak manajemen pertokoan membuatkan pintu masuk, yang dibuka pada pukul 6 pagi dan ditutup pukul10 malam. Jika pintu ini ditutup,mereka harus memutar sejauh 2 kilometer.

Insiden
Pada suatu hari, Pak Adil diminta keluarganya untuk berhenti bekerja. Mereka ingin Pak Adil tinggal di rumah atau ikut dengan anak-anaknya. Sementara itu, Pak Adil ingin tetap bekerja dia bersikeras untuk terus melakukan pekerjaan ini. Baginya, hidup tanpa melakukan pekerjaans angatlah menakutkan. Harga dirinya sebagai lelaki, suami, ayah, dan kakek seolah tercampakkan.  
Pintumasihtertutup. Dia merasa yakin kalau sekarang sudah saatnya pintu dibuka.
Tapi aneh, kok, pintu masih tertutup? Kemana Pak Soleh, satpam yang biasa membuka pintu? Pak Adil memberi salam. Suaranya dikeraskan. Berulang-ulang, tak ada yang menjawab salamnya. “Kenapa, Pak Adil?” ada suara orang di belakangnya. Pak Adil menoleh. “Pintunya masih ditutup, Dik,” jawabnya. “Saya tidak tahu, Dik.” Bahkan, beberapa lagi muncul di ujung gang. Pintu digedor-gedor.Matahari mulai menaik. Satpam di menara ronda terbangun. Dia mengucek-ucek matanya, melihat keluar pagar.
 “Hey, hey! Ada apa ini!” teriakSatpam di menara ronda.
Lho, bukan Pak Soleh? Kemana dia? Pak Adil merasa heran.Kepala terasa pusing lagi.
“Cepet buka pintu!” teriak warga.
Satpam pun bergegas turun dari menara. Dia menuju pintu tembus. Kini dia berdiri di seberang Pak Adil dan para warga. Hanya dibatasi oleh pintu besi berjeruji. Dia berkacak pinggang. Matanya yang masih belekan dibuka lebar-lebar, membelalak.
Pak Adil setuju dengan saran warga untuk memberikan sebungkus sarapan untuk satpam baru tersebut. Tangannya dengan cepat merogoh kotak besar di jok belakang sepedanya. Dia mengambil nasibungkus, telur dadar,dan sambel kentang dan menambahkannya bakwan. Lalu memasukkan nya ke plastic hitam.Dadanya terasa berdebar kencang.
Hatinya merasa tak enak. Bungkusan berisi sarapan itu disodorkan ke warga di depannya. Secara estafet paket sarapan itu sampai di depan pintu tembus.Satpam tersebut menolaknya mentah-mentah. Ia merasa harga dirinya di rendahkan dengan sebungkus sarapan tersebut.
Warga semakin heboh mendengar pernyataan dari satpam baru tersebut bahwa pihak pertokoan mengeluarkan keputusan sejak hari ini pintu tidak lagi dibuka, karena banyak dagangan yang hilang dan maling tersebut dicirikan dari kampung tempat Pak Adil tinggal tersebut. Mereka tidak percaya bahwa maling yang mencuri dagangan pertokoan berasal dari kampungnya. Mereka merangsek terus ke depan dan menggedor-gedor lagi pintu besi, semakin keras, dan semakin keras. Anak tangga yang sempit terasa pengap dan sesak. Dorong-dorongan, sikut-sikutan. 
Tubuh Pak Adil pun tersenggol. Dia oleng. Sepedanya terlepas. Tubuhnya jumpalitan, bersenggolan dengan batang sepeda. Akhirnya sepeda dan tubuh Pak Adil tersangkut-paut, mencebur keselokan!
Pintu terbuka. Tiga orang satpam mengacung-acungkan pistolnya ke udara. Ketiga satpam itu berdiri di anak tangga, memanjang ke atas. Mereka tertawa-tawa puas, melihat orang-orang lintang pukang. Mereka memainkan pistolnya. Ujung larasnya yang mengepul, mereka tiup dengan lagak koboi kesiangan.
Terdengar suara keciprak air.
Pak Adil sedang menggerakkan sepedanya di selokan. Ketiga satpam itu mencari-cari asal suara. Mata mereka berubah merah menyala, saat melihat Pak Adil berkubang lumpur di selokan.Mereka menganggap bahwa Pak Adil lah provokatornya, dengan menyogok salah satusat pam tersebut dengan sebungkus sarapan. Tanpa ada yang mengomando, mereka melompat keselokan dan menghajar Pak Adil hingga pingsan.
**
Ikhlas danSiti Fatimah menuntun ibu mereka keruang gawat darurat. Air mata wanita tua itu masih saja mengalir. Mereka hanya bisa menatap orang yang mereka cintai dari kejauhan. Tubuhnya terbujur tak berdaya. Selang infuse menyelusup ke kedua lubang hidungnya. Denyut jantungnya terbaca di layar monitor; naik dan turun dengan lemah.

Interpretasi
Ternyata pilihan Pak Adil itu membawa konsekuensi pada dirinya. Ia harus menderita karena pilihannya itu. Pak Adil dan keluarganya tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa pasrah dan bersabar. Hikmah yang dapat diambil janganlah menuduh orang lain tanpa bukti yang kuat/menyalahkan orang yang sesungguhnya tidak bersalah, sarta janganlah main hakim sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar