KISAH
SAUDAGAR KAYA
STRUKTUR
|
KALIMAT
|
Orientasi
|
Alkisah
hiduplah seorang saudagar kaya raya yang bergelimpangan harta tanpa pernah
merasa susah. Segala apa yang dia inginkan dapat dimilikinya dengan mudah
tanpa perlu menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkannya. Namun, saudagar itu
tak pernah merasa bahagia, dia selalu bermuram dan merasa hambar dalam
menjalani hidupnya.
|
Insiden
|
“Aku
tahu kenapa hatiku selalu risau dan tak pernah merasa bahagia, itu semua karena
aku baru punya satu rumah mewah dan tak punya kendaraan pribadi untuk
memudahkanku dalam bekerja!” pikir saudagar. Tak sampai satu minggu, kedua
keinginannya pun terpenuhi. Namun, beberapa minggu selanjutnya, hati saudagar
kembali risau. Saudagar itu pun merasa kekayaannyalah yang telah membuatnya
bosan dan bahagia. Akhirnya, dia memutuskan untuk menjadi orang biasa dan
tinggal seorang diri di kota terpencil. Akan tetapi, kesulitan yang
dialaminya menambah rasa sedih dan risau di hatinya, dia pun kembali ke
keluarganya dan kehidupannya yang dulu.
Dalam
perjalanan pulang, tak sengaja mobil saudagar
menabrak pedagang asongan yang membuat dagangan pedagang tersebut
berhamburan, rusak dan tidak bisa dijual lagi. Dengan perasaan cemas,
saudagar menolong pedagang asongan tersebut dan meminta maaf. Ia sangat
merasa iba padanya. Oleh karena itu, ia menawarkan ¼ dari harta kekayaanya
sebagai ganti rugi, supaya pedagang tersebut hidup bahagia dan tak lagi
bekerja menjadi pedagang asongan. Dengan senyum lebar pedagang menjawab “saya
tidak memerlukan harta anda, saya sudah cukup bahagia dengan kehidupan saya
saat ini.” tolaknya yang membuat saudagar kaget.
“Maaf sebelumnya, apakah laba saudara
dari berdagang seperti ini cukup besar?” Tanya saudagar yang penuh keheranan.
Pedagang asongan hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. “kenapa saudara hanya
tersenyum mendengar pertanyaan saya?” Tanya saudagar lagi. “Perlu saudara
ketahui, berdagang seperti saya untung yang paling besar bukanlah materi tapi
tantangan naik turun kendaraan, berlarian, kepanasan bahkan kehujanan dalam menjajakan
dagangan saya” jawab pedagang asongan dengan santai. Mendengar jawaban
seperti itu, Saudagar kembali mengerutkan dahinya, rasa heran akan
kebahagiaan yang selalu terpancar dalam diri pedagang asongan itu semakin
mengebu-gebu.
“Tapi, mengapa saudara bisa tertawa
riang seperti hidup penuh dengan kebahagiaan padahal saudara tak berlimpah
harta dan hanya seorang pedagang asongan? Selama ini saya selalu mencari
dimana letak kebahagiaan itu, padahal saya sorang saudagar kaya tak pernah kesusahan
namun tetap saja saya tak pernah merasa bahagia dengan apa yang saya miliki”
cerita sudagar. “Saudara perlu tahu, letak kebahagiaan sesungguhnya bukan
pada materi saja, harta yang berlimpah atau terbatas tak selamanya membuat
kita bahagia. Tak hanya itu, semua yang kita miliki tak akan pernah berarti
apa pun serta membuat kita bahagia karena letak kebahagiaan yang hakiki ada
pada diri kita pribadi” jawabnya dengan santai. “Maksud saudara apa? Saya tak
mengerti. “Letak kebahagiaan yang hakiki terletak pada diri kita sendiri
melalui satu rasa yakni rasa syukur. Tanpa rasa syukur semua yang kita miliki
tak akan pernah membuat kita bahagia karena kita tak akan pernah puas dengan apa
yang sudah kita miliki”. “Terima kasih banyak. Saudara telah memecahkan
kerisauan hati saya selama ini dalam mencari letak kebahagiaan” ucap saudagar
kepada pedagang asongan tersebut yang telah memecahkan masalahnya.
|
Interpretasi
|
Hikmahnya
kita tak akan pernah merasa bahagia tanpa ada rasa syukur. Karena dengan rasa
itu seperti apapun kondisi yang sedang kita jalani tak akan pernah membuat
kita bersedih dan merasa risau. Oleh karena itu, sebagai manusia hendaknya
kita menanamkan rasa syukur dalam diri kita dalam segala situasi dan kondisi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar